Facebook

Kata-kata Pusaka

Sore, selepas Maghrib (tidak tahu udah berapa lama). Bergegas saya dan istri berboncengan ria, menuju toko untuk membelikan anak laki-laki kami. Letak toko berada di luar desa.Jaraknya kurang lebih 3 km dari rumah. Saat itu, hujan lebat mengiringi perjalanan kami. Tak lupa kami memakai (jas hujan) sebelum berangkat pergi.

Sejenak momen itu mengingatkan saya akan memori dulu ketika belum mempunyai anak. Ketika banyak waktu bisa kita nikmati dengan hanya berdua saja. Sesaat kita menikmati indahnya perjalanan, berboncengan berdua saja. Mengapa bisa seperti itu?. Jawabannya adalah momen langka. Ya, hal itu merupakan momen langka. Saat ini, tidak mudah melepaskan diri (baca : berdua) dari 'cengkeraman' ketiga anak-anak kami. Agak sulit melepaskan diri dari mereka, terutama dua anak laki-laki yang kecil. Mereka selalu ingin ikut kemana pun orang tuanya pergi. Tidak tahu mengapa, sore itu mereka mau ditinggal di rumah dengan kakaknya.

"Allahu akbar .... Allahu akbar ....!!", sayup-sayup terdengar suara adzan yang seakan berkejaran saling mendahului dengan suara gemuruh hujan. Ternyata sudah waktu Isya'. Tidak tahu kenapa, biasanya sayalah yang paling peka dengan suara itu dibandingkan istri. Begitu dengar suara itu, biasanya saya langsung memikirkan masjid. Ya, masjid mana yang terdekat untuk bisa mengikuti sholat Isya berjamaah. Saat itu, belum terbersit dalam angan saya untuk bersegera memikirkan masjid. Syaiton telah memenangkan pertempurannya saat itu. Di benak saya saat itu adalah terus melanjutkan perjalanan agar segera sampai ke toko dan segera memenuhi kebutuhan kami saat itu.

"Berhenti di masjid dekat sawah itu aja ya yah ?", ucap istriku pelan. Mungkin kalau bahasa 'mainstraim'nya saat itu, saya bak disambar petir di siang 'buntet' eh 'bolong' maksudnya. Kata-kata istri tersebut telah membuyarkan semua anganku sebelumnya. Angan yang ingin segera bergegas melanjutkan perjalanan dan menyelesaikan kebutuhan kami saat itu. Angan yang seakan mengabaikan panggilan dari sang Maha Baik. Dan, kata-kata itulah yang seakan seperti tombol yang seketika itu juga 'ON' setelah ditekan. Demikian juga saat itu, langsung berubah 1800.

"Ya, ga pa-pa", sahutku spontan. Alhamdulillah. Kata itulah yang kuucapkan berulang kali dalam batin saya. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta'ala yang telah mengingatkanku terhadap panggilanNya. Melalui wasilah atau perantara kata-kata 'pusaka' dari istriku. Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala juga, yang telah memberi 'perintah' istri untuk 'sekedar' mengingatkan pentingnya mementingkan sholat di masjid daripada urusan duniawi.

Sampailah kami di masjid yang dimaksud. Segera kuparkir sepeda motor di halaman masjid. Yang sudah berjajar beberapa sepeda motor lain yang telah mendahului kami. Kulepaskan 'mantol' yang dari tadi melindungi tubuhku dari air hujan. Beranjak segera ke tempat wudhu. Setelah berwudhu, kulangkahkan kaki kananku untuk memasuki masjid Allah Subhanahu wa ta'ala. Masjid yang bagus batinku. Dan memang baru kali ini saya memasuki masjid itu, walaupun sudah sering lewat di depannya. Masjid yang tergolong baru jadi. Terlihat dari bangunan dan cat yang masih 'fresh'.

Melirik sebentar ke jam alarm yang terpasang didinding depan bagian atas. Alarm itu biasa digunakan untuk memberi tanda datangnya waktu sholat. Selain itu juga digunakan untuk memberi alarm saat iqomah tiba. Alarm iqomah masih menyisakan waktu sekitar 3 menit. Segera kuambil tempat di shaf paling depan agak pojok kanan masjid. Kusempatkan untuk sholat tahiyyatul masjid.

"Allahu akbar ... Allahu akbar ... Asyhadu alaa ilaaha ilallah ... " dan seterusnya. Setelah alarm iqomah berbunyi, terdengar muadzin melantunkan iqomah. Pertanda bahwa sholat segera dimulai (ya iyalah). Segera semua orang merapat satu sama lain membentuk shaf yang rapat dan rapi.

Mulailah imam memimpin jalannya sholat. Dimulai dari bacaan surah Al Fatihah yang terdengar pelan, merdu seakan bisa menembus relung jiwa-jiwa yang kosong. Dilanjutkan dengan bacaan surah Adh Dhuha, juga dengan irama yang mirip dengan gaya surah Al Fatihah sebelumnya. Membuat seakan merinding bulu roma ditubuhku. (edisi baper)

"Astaghfirullah". Itulah bacaan pertamaku setelah selesai sholat. Aku memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas semua dosa-dosa yang telah aku lakukan. Terlebih lagi hampir saja tadi akan melalaikan panggilanNya. Sungguh beruntung masih diberikan kesempatan untuk sholat Isya' berjamaah di masjid.

Ya, kata-kata 'pusaka' itu telah memberikan keberuntungan yang besar padaku sore itu. Bagaimana tidak ?. Sedangkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

Siapa yang mau pahala melakukan sholat malam selama separuh malam?. Tentu sebagai orang yang beriman pasti mau. Dan kita telah diringankan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, hanya dengan melakukan sholat Isya' berjamaah (dengan ikhlas), pahalanya sudah setara dengan sholat malam selama separuh malam. Allah itu Baik Banget Lho.

Bahkan jika sekiranya orang tahu betapa besarnya pahala sholat berjamaah, maka kita pasti akan mau melakukannya walaupun dengan merangkak. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

“Seandainya manusia mengetahui pahala dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya selain dengan diundi, tentu mereka saling mengundi. Seandainya mereka mengetahui pahala pada At-Tahjir (menuju shalat lebih awal), tentu mereka akan berlomba-lomba mendapatkannya. Dan sendainya mereka tahu pahala dalam shalat isya dan subuh, tentu mereka akan mendatangi keduanya walaupun harus merangkak “ (HR. Bukhari)

"Seandainya". Itulah kata yang diulang-ulang Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallamsebanyak3 kali dalam hadits itu. Kata itulah yang menjadi "PR" saya selama ini. Mengapa sampai Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallammengulanginya selama tiga kali?. Bisa jadi dan hampir pasti karena kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Termasuk saya). Seakan-akan beliau amat sangat menyayangkan bahwa walaupun dijanjikan akan mendapatkan pahala yang amat sangat besar tetapi kebanyakan manusia mengabaikannya. Dan, merugilah orang-orang seperti itu.

Ada perumpamaan yang paling 'mainstraim' sebagai analogi untuk menjelaskan hadits di atas. Bahwa banyak orang akan mau merangkak sejauh 100 m jika misalnya akan mendapatkan uang 1 milyar. Sedangkan pahala Allah Subhanahu wa ta'ala melebihi uang 1 milyar tersebut. Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala selalu memudahkan kita untuk selalu melangkahkan kaki kita ke masjid mengingat sedemikian besarnya balasanNya.

***

Kata-kata 'pusaka'. Itulah yang atas ijinNya menyebabkan saya masih diberi kesempatan mendapatkan 'kemungkinan' pahala besar disisiNya. Dan menjauhkan dari murkaNya. (Aamiin). Seberapa pentingkah kata-kata 'pusaka' itu buat kita?. Jawabannya adalah tidak hanya penting tetapi sangat penting. Untuk orang yang masih sering lupa, jatuh dan salah jalan (seperti saya), maka kata-kata 'pusaka' itu sangat penting. Kata yang mampu memberi stimulus, mengingatkan 'lupa', mengembalikan ke jalanNya jika kita tersesat atau salah jalan, kata yang sanggup menjadikan kita bangun dan bangkit kembali dari 'jatuh' ke dalam dosa. Tidak penting sependek apapun jarak yang telah kita tempuh, asalkan kita sudah di arah yang benar. Tidak penting seberapa kali kita jatuh asalkan sesegera mungkin kita kembali ke 'rel' yang benar.

Cukupkah hanya dengan satu (kali) saja kita butuh kata-kata 'pusaka' itu?.(Saya jawab sendiri aja), ternyata kita masih butuh berpuluh-puluh kali bahkan beribu-ribu kali kata-kata tersebut. Mengingat banyaknya waktu, banyaknya jam, bahkan banyaknya detik dalam kehidupan kita. Yang jika kita terlena dalam kesalahan, maka kata-kata 'pusaka' itulah yang bisa jadi penyelamat kita.

Apakah hal ini terkesan mudah baper atau lebay?. Tidak masalah, jika mudah baper dan lebay itu lebih bisa mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa tala. Lebih mengerikan mana jika kita sudah diperdengarkan kata-kata 'pusaka', sudah berapa banyak nasihat yang bahkan sudah 'direct' diarahkan ke kita. Dan hati ini sedikitpun tidak merasa baper, lebay dan bahkan tidak takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala?. Renungkan !. Wallahu a'lam bis shawab.

 ***

Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Subscribe Us

Pengikut

Statistik Pengunjung