Sore, selepas Maghrib (tidak tahu udah berapa lama). Bergegas saya dan istri berboncengan ria, menuju toko untuk membelikan anak laki-laki kami. Letak toko berada di luar desa.Jaraknya kurang lebih 3 km dari rumah. Saat itu, hujan lebat mengiringi perjalanan kami. Tak lupa kami memakai (jas hujan) sebelum berangkat pergi.
Sejenak momen itu mengingatkan saya akan memori dulu ketika belum mempunyai anak. Ketika banyak waktu bisa kita nikmati dengan hanya berdua saja. Sesaat kita menikmati indahnya perjalanan, berboncengan berdua saja. Mengapa bisa seperti itu?. Jawabannya adalah momen langka. Ya, hal itu merupakan momen langka. Saat ini, tidak mudah melepaskan diri (baca : berdua) dari 'cengkeraman' ketiga anak-anak kami. Agak sulit melepaskan diri dari mereka, terutama dua anak laki-laki yang kecil. Mereka selalu ingin ikut kemana pun orang tuanya pergi. Tidak tahu mengapa, sore itu mereka mau ditinggal di rumah dengan kakaknya.
"Allahu
akbar .... Allahu akbar ....!!", sayup-sayup terdengar suara adzan
yang seakan berkejaran saling mendahului dengan suara gemuruh hujan. Ternyata
sudah waktu Isya'. Tidak tahu kenapa, biasanya sayalah yang paling peka dengan
suara itu dibandingkan istri. Begitu dengar suara itu, biasanya saya langsung
memikirkan masjid. Ya, masjid mana yang terdekat untuk bisa mengikuti sholat
Isya berjamaah. Saat itu, belum terbersit dalam angan saya untuk bersegera
memikirkan masjid. Syaiton telah memenangkan pertempurannya saat itu. Di benak
saya saat itu adalah terus melanjutkan perjalanan agar segera sampai ke toko
dan segera memenuhi kebutuhan kami saat itu.
"Berhenti
di masjid dekat sawah itu aja ya yah ?", ucap istriku pelan. Mungkin
kalau bahasa 'mainstraim'nya saat itu, saya bak disambar petir di siang 'buntet' eh 'bolong' maksudnya. Kata-kata
istri tersebut telah membuyarkan semua anganku sebelumnya. Angan yang ingin
segera bergegas melanjutkan perjalanan dan menyelesaikan kebutuhan kami saat
itu. Angan yang seakan mengabaikan panggilan dari sang Maha Baik. Dan,
kata-kata itulah yang seakan seperti tombol yang seketika itu juga 'ON' setelah
ditekan. Demikian juga saat itu, langsung berubah 1800.
"Ya, ga
pa-pa", sahutku spontan. Alhamdulillah.
Kata itulah yang kuucapkan berulang kali dalam batin saya. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta'ala yang telah
mengingatkanku terhadap panggilanNya. Melalui wasilah atau perantara kata-kata
'pusaka' dari istriku. Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala juga, yang telah memberi 'perintah' istri untuk
'sekedar' mengingatkan pentingnya mementingkan sholat di masjid daripada urusan
duniawi.
Sampailah kami di masjid yang dimaksud. Segera
kuparkir sepeda motor di halaman masjid. Yang sudah berjajar beberapa sepeda
motor lain yang telah mendahului kami. Kulepaskan 'mantol' yang dari tadi
melindungi tubuhku dari air hujan. Beranjak segera ke tempat wudhu. Setelah
berwudhu, kulangkahkan kaki kananku untuk memasuki masjid Allah Subhanahu wa ta'ala. Masjid yang bagus
batinku. Dan memang baru kali ini saya memasuki masjid itu, walaupun sudah
sering lewat di depannya. Masjid yang tergolong baru jadi. Terlihat dari
bangunan dan cat yang masih 'fresh'.
Melirik sebentar ke jam alarm yang terpasang didinding
depan bagian atas. Alarm itu biasa digunakan untuk memberi tanda datangnya
waktu sholat. Selain itu juga digunakan untuk memberi alarm saat iqomah tiba.
Alarm iqomah masih menyisakan waktu sekitar 3 menit. Segera kuambil tempat di
shaf paling depan agak pojok kanan masjid. Kusempatkan untuk sholat tahiyyatul
masjid.
"Allahu akbar ... Allahu
akbar ... Asyhadu alaa ilaaha ilallah ... " dan seterusnya. Setelah alarm iqomah
berbunyi, terdengar muadzin melantunkan iqomah. Pertanda bahwa sholat segera
dimulai (ya iyalah). Segera semua
orang merapat satu sama lain membentuk shaf yang rapat dan rapi.
Mulailah imam memimpin jalannya sholat. Dimulai dari
bacaan surah Al Fatihah yang terdengar pelan, merdu seakan bisa menembus relung
jiwa-jiwa yang kosong. Dilanjutkan dengan bacaan surah Adh Dhuha, juga dengan
irama yang mirip dengan gaya surah Al Fatihah sebelumnya. Membuat seakan
merinding bulu roma ditubuhku. (edisi
baper)
"Astaghfirullah".
Itulah bacaan pertamaku setelah selesai sholat. Aku memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas semua
dosa-dosa yang telah aku lakukan. Terlebih lagi hampir saja tadi akan
melalaikan panggilanNya. Sungguh beruntung masih diberikan kesempatan untuk
sholat Isya' berjamaah di masjid.
Ya, kata-kata 'pusaka' itu telah memberikan
keberuntungan yang besar padaku sore itu. Bagaimana tidak ?. Sedangkan
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :
“Barangsiapa
yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama
separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah
dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)
Siapa yang mau pahala melakukan sholat malam selama
separuh malam?. Tentu sebagai orang yang beriman pasti mau. Dan kita telah
diringankan oleh Allah Subhanahu wa
ta'ala, hanya dengan melakukan sholat Isya' berjamaah (dengan ikhlas),
pahalanya sudah setara dengan sholat malam selama separuh malam. Allah itu Baik
Banget Lho.
Bahkan jika sekiranya orang tahu betapa besarnya
pahala sholat berjamaah, maka kita pasti akan mau melakukannya walaupun dengan
merangkak. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa sallam telah bersabda :
“Seandainya manusia
mengetahui pahala dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak bisa
mendapatkannya selain dengan diundi, tentu mereka saling mengundi. Seandainya
mereka mengetahui pahala pada At-Tahjir (menuju shalat lebih awal), tentu
mereka akan berlomba-lomba mendapatkannya. Dan sendainya mereka tahu pahala
dalam shalat isya dan subuh, tentu mereka akan mendatangi keduanya walaupun
harus merangkak “ (HR. Bukhari)
"Seandainya". Itulah kata yang diulang-ulang
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallamsebanyak3
kali dalam hadits itu. Kata itulah yang menjadi "PR" saya selama ini.
Mengapa sampai Rasulullah Shalallahu 'alaihi
wa sallammengulanginya selama tiga kali?. Bisa jadi dan hampir pasti karena
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Termasuk saya). Seakan-akan beliau
amat sangat menyayangkan bahwa walaupun dijanjikan akan mendapatkan pahala yang
amat sangat besar tetapi kebanyakan manusia mengabaikannya. Dan, merugilah
orang-orang seperti itu.
Ada perumpamaan yang paling 'mainstraim' sebagai
analogi untuk menjelaskan hadits di atas. Bahwa banyak orang akan mau merangkak
sejauh 100 m jika misalnya akan mendapatkan uang 1 milyar. Sedangkan pahala
Allah Subhanahu wa ta'ala melebihi
uang 1 milyar tersebut. Semoga Allah Subhanahu
wa ta'ala selalu memudahkan kita untuk selalu melangkahkan kaki kita ke
masjid mengingat sedemikian besarnya balasanNya.
***
Kata-kata 'pusaka'. Itulah yang atas ijinNya
menyebabkan saya masih diberi kesempatan mendapatkan 'kemungkinan' pahala besar
disisiNya. Dan menjauhkan dari murkaNya. (Aamiin).
Seberapa pentingkah kata-kata 'pusaka' itu buat kita?. Jawabannya adalah tidak
hanya penting tetapi sangat penting. Untuk orang yang masih sering lupa, jatuh
dan salah jalan (seperti saya), maka kata-kata 'pusaka' itu sangat penting.
Kata yang mampu memberi stimulus,
mengingatkan 'lupa', mengembalikan ke jalanNya jika kita tersesat atau salah
jalan, kata yang sanggup menjadikan kita bangun dan bangkit kembali dari
'jatuh' ke dalam dosa. Tidak penting sependek apapun jarak yang telah kita
tempuh, asalkan kita sudah di arah yang benar. Tidak penting seberapa kali kita
jatuh asalkan sesegera mungkin kita kembali ke 'rel' yang benar.
Cukupkah hanya dengan satu (kali) saja kita butuh
kata-kata 'pusaka' itu?.(Saya jawab sendiri aja), ternyata kita masih butuh
berpuluh-puluh kali bahkan beribu-ribu kali kata-kata tersebut. Mengingat
banyaknya waktu, banyaknya jam, bahkan banyaknya detik dalam kehidupan kita.
Yang jika kita terlena dalam kesalahan, maka kata-kata 'pusaka' itulah yang
bisa jadi penyelamat kita.
Apakah hal ini terkesan mudah baper atau lebay?. Tidak
masalah, jika mudah baper dan lebay itu lebih bisa mendekatkan diri
kita kepada Allah Subhanahu wa tala.
Lebih mengerikan mana jika kita sudah diperdengarkan kata-kata 'pusaka', sudah
berapa banyak nasihat yang bahkan sudah 'direct'
diarahkan ke kita. Dan hati ini sedikitpun tidak merasa baper, lebay dan bahkan
tidak takut kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala?. Renungkan !. Wallahu a'lam
bis shawab.
0 Comments:
Posting Komentar