Mengenang 15 tahun yang lalu
...
***
Sore
itu di dalam bis antar kota tujuan Wonogiri. Saya duduk di salah satu bangku di
sisi kiri bis dan dekat jendela. Saya pilih duduk dekat jendela dengan tujuan
bisa melihat view di luar bis dengan
leluasa. Wonogiri, adalah kota tujuanku. Di sanalah saya ingin pulang. Tempat
di mana saya dilahirkan. Saat itu, saya masih kuliah semester 7.
Menunggu
keberangkatan bis, masih di terminal Tirtonadi, Solo. Jam menunjukkan pukul
17.12. Sesuai jadwal, bis akan berangkat pukul 17.15. Sudah banyak orang yang
duduk di bangkunya masing-masing. Layouttempat
duduk bis itu adalah deertan dua bangku di sebelah kiri dan deretan tiga bangku
di sebelah kanan. Hampir semua tempat duduk penuh dengan penumpang. Tetapi
masih ada beberapa tempat duduk yang masih kosong termasuk di sebelah kanan
saya.
Sesaat
bis akan berangkat, ternyata masih ada satu penumpang yang ingin naik. “Ayo ...
ayo, cepet “, teriak kenek bis itu pada penumpang yang akan naik. Naiklah
seorang perempuan yang sepertinya hampir seumuran dengan saya. Duduklah ia di
bangku sebelah kanan saya.
Bis
berjalan pelan keluar dari area terminal dan melaju semakin kencang ke arah
tujuan, Wonogiri. Seperti biasanya jika di perjalanan dengan naik bis, saya
tidak banyak interaksi dengan penumpang lain. Diam, menikmati perjalanan dengan
melihat ke luar jendela kaca bis. Itulah hal yang biasa saya lakukan selama
ini. Dan hal itu juga yang saya lakukan saat itu.
“Jam berapa mas?”, tanya Mbak-e yang
duduk di sebelah kanan saya sambil melirik ke jam di tangan saya. Seketika saya
agak kaget, gugup juga iya. “Ehm ... jam, eee jam 17.44”, jawabku singkat
sambil menoleh ke kanan. Sesaat mata kami saling beradu. Kalau anak zaman now
bisa bilang cie ... cie.... gitu. Bisa bayangin nggak?.Itu lho seperti film
India. Jika adegan seperti itu biasanya menghabiskan durasi tanpa ada progress adegan sama sekali. (Karena
dulu kadang masih suka lihat film India, tetapi sekarang sudah tidak lagi).
Bisa
dibilang kalimat tanya dia seperti ‘ice
breaking’ aja. Setelah itu kami saling ngobrol satu sama lain mengenai
rumah, tempat kuliah dan lain-lain.
Tibalah
saat dia mau turun dari bis, karena sudah sampai di tujuannya. Tidak tahu
mengapa juga, sempat-sempatnya tukar alamat segala sebelum turun bis. (hadeww). Bisa jadi, ada tangan Tuhan
yang berperan saat itu. Kalau saya sih, tinggal jalanin aja.
Setelah
kejadian itu, tidak ada sesuatu yang berarti. Biasa saja. Kami masih
berkomunikasi melalui surat. (komunikasi zaman old). Menanyakan kabar dan hal-hal biasa. Hingga disuratnya yang ke
sekian saya lupa, ia mengatakan akan berangkat ke Batam untuk bekerja di salah
satu perusahaan (PT). Dan kami masih berkomunikasi melalui surat yang datang
kurang lebih setiap bulan sekali.
Sekitar
5 bulan berikutnya, media komunikasi kami berubah menggunakan handphone. (menuju zaman now). Biasa dengan sms atau calling dua detik-an. Pernah ‘nglakuin’ nggak ya calling dua detik-an?. Calling
gratis asal ngobrolnya kurang dari dua detik dan bisa dilakukan berulang-ulang.
1,5
tahun lamanya kami masih menjalin komunikasi tanpa ada ‘ikatan’ perasaan
apa-apa layaknya kekasih atau gimana (jadi malu juga nih .. lama-lama). Sebatas
sahabat. Sebelum akhirnya dia memutuskan pulang kampung karena tidak betah
bekerja di perantauan.
Singkat
cerita, itulah awal perkenalan saya dengannya. Sekali ketemu di bis antar kota,
ketemu kedua setelah dia pulang dari Batam. Dan tidak butuh waktu lama, selang
beberapa minggu kami menikah. Seorang ‘bidadari di bis antar kota’ yang
sekarang sudah menjadi ibu dari ketiga anak-anak saya.
Pembaca
sekalian, kira-kira apa yang bisa dijadikan hikmah dari cerita saya tadi?.
Memang ada hikmahnya ?. Yaa ... ada atuh
(kalo orang Jawa Barat teh). Poin
pentingnya adalah : pertama, ada kuasa Allah Subhanahu wa ta’ala yang mengatur semuanya. Seperti halnya jodoh.
Mau awalnya ketemu di bis, mau awalnya sudah dari kecil bersama (teman sejak
kecil), mau awalnya ketemu di luar negeri, dan lain sebagainya. Tidak lain
semua sudah diatur olehNya.
Poin
kedua. Seberapa kita peka terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak ayat al
qur’an yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaanNya. Tetapi hal itu hanya untuk
orang-orang yang berpikir atau orang yang mau merasakannya. Berikut ayat-ayat
Al Qur'an yang menyatakan tanda-tanda kekuasan Allah Subhanahu wa ta'ala untuk dijadikan renungan kita. Cobalah baca
dengan tenang dan usahakan menikmatinya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa ta'ala akan melembutkan
hati kita. Hati yang lembut itulah yang memudahkan kita untuk lebih peka
menerima tanda-tanda kekuasaanNya.
“Sesungguhnya pada langit dan bumi
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang
beriman.” (Al-Jaatsiyah : 3).
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (Adz-Dzaariyat : 20).
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang
bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami
melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang berfikir.” (Ar-Ra’d : 4).
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Ali ‘Imran :190-191).
Semakin
kita peka terhadap tanda-tanda kekuasaanNya semakin kita malu jika tidak banyak
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala. Rasa syukur itulah yang penting. Penting untuk di’ejawantahkan’ (baca : diaktualisasikan)
ke dalam peningkatan amal ibadah kita sehari-hari.
Poin
ketiga. Bagaimana kita mensikapi semua ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sikap yang terbaik. Ada kalanya
ketentuanNya kita anggap ‘tidak baik’ untuk kita. Ada kalanya ‘baik’ menurut
hati kita. Sedangkan hanya Allah Subhanahu
wa ta’ala saja yang mengetahui apa yang baik dan tidak baik untuk kita.
Bagaimana
sikap yang terbaik terhadap apapun ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala?. Sikap yang terbaik adalah bersyukur jika
ketentuanNya baik menurut anggapan kita dan itu baik untuk kita. Baik karena
sesuai janjiNya, Allah Subhanahu wa
ta’ala akan menambah nikmat kepada hambaNya yang mau bersyukur. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa
sallam berikut :
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya
adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin.
Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan
kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka
yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Selanjutnya
bersabar. Bersabar jika ketentuan Allah Subhanahu
wa ta’ala tidak baik menurut anggapan kita dan itu baik untuk kita. Baik
karena Allah Subhanahu wa ta’ala akan
menggantinya di dunia ataupun akhirat kelak. Dan, balasan di akhirat selalu
lebih baik untuk kita (jika kita yakin, dan semestinya harus yakin dengan hal
itu). Bacalah sebagian ayat-ayat berikut yang menyatakan bahwa akhirat adalah
sebaik-baik tempat kembali kita.
"Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah
main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya?"
(Al-An’am : 32)
"Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu
adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi
Allah itu lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak mau memahaminya?" (Al-Qhashas : 60)
"Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya
bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia,
padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah
kesenangan (yang sedikit)". (Ar-Ra’du : 26)
Dan masih banyak
ayat lagi yang lain. Semoga bisa menjadi bahan refleksi kita untuk bisa lebih
mudah bersyukur kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala. Tidak saja hanya dilisan tetapi juga benar-benar 'realize' sampai ke hati kita.
Aktualisasinya sebagai wujud rasa syukur kita adalah dengan semakin
meningkatnya amalan ibadah kita. Aamiin.
Allah itu Baik Banget Lho.
***
‘Bidadari
di bis antar kota’. Semoga menjadi bidadari saya juga nanti di surgaNya Allah Subhanahu wa ta’ala. Aamiin.
0 Comments:
Posting Komentar