Facebook

Iri (1)

Sore, saat adzan asar berkumandang. Di tengah perjalanan ke masjid saya melihat seorang bapak sedang menggandeng anak laki-lakinya. Mereka juga dalam perjalanan ke masjid dengan jalan kaki.

Abu Fadhila. Itulah nama bapak yang menggandeng anaknya ke masjid itu. Bapak dua orang anak ini berumur kurang lebih 50-an tahun. Dia dan istrinya membuka toko kelontong pada satu ruko yang dikontraknya. Berjualan kelontong itulah yang menjadi sumber penghasilannya untuk menghidupi keluarga.

Abu Fadhila beserta istri dikaruniai dua orang anak. Anak yang pertama berumur kurang lebih 13 tahun laki-laki, sedangkan anak kedua perempuan berumur kurang lebih 6 tahun. Mengapa saya tahu tentang beliau?. Karena kebetulan rukonya berseberangan dengan ruko saya juga. Bahkan anak perempuan beliau juga satu sekolahan dengan anak saya.

Apa yang istimewa dari beliau?. Anaknya. Anak laki-lakinya qodarullah terlahir dengan keterbelakangan mental. Secara fisik masih sama seperti anak yang lain. Tetapi tidak di mentalnya. Sehingga anak tersebut di sekolahkan orang tuanya di sekolah inklusi.

Baca juga : Iri (2)

Menariknya adalah bapak dan ibunya sangat menyayangi kedua anaknya, tidak membeda-bedakan. Melihat kondisi anak tersebut, tidak semua orang tua bisa dengan 'legowo' menerima kenyataan. Bahkan, seperti telah dimuat di beberapa media cetak atau elektronik, ada orang tua yang bahkan tega memasung anaknya yang memiliki kekurangan tersebut. Mungkin karena malu atau takut mengganggu aktivitas orang tua atau masyarakat. Masih alhamdulillah. Kondisi anak tersebut secara fisik sama seperti anak lain. Dan, tidak ada tanda-tanda agresivitas dalam perilakunya.

Sadar atau tidak sadar apa yang terlihat dilakukan oleh kedua orang tuanya mencerminkan betapa mereka sangat memegang teguh amanah 'anak' dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Hal itu terlihat mulai dari hal-hal standar seperti menyiapkan makan, minum, pakaian, alat-alat tulis dan lain-lain. Yang paling membuat saya terkesan adalah Pak Abu Fadhila ini selalu menyertakan anak laki-lakinya ketika beribadah ke masjid.

Apa yang terlihat ketika beliau membawa anaknya ke masjid?. Kalau bisa saya deskripsikan kurang lebih begini : beliau selalu memakaikan baju yang 'bagus' ketika mau ke masjid. Biasanya dipakaikan celana panjang dan baju koko. Ketika berjalan ke masjid yang memang tidak terlalu jauh dari rukonya, kurang lebih 100m beliau selalu memperhatikan keselamatan anaknya dengan menggandeng anaknya. Ketika sampai di teras masjid, biasanya beliau membetulkan celana yang melorot atau baju yang saking aktifnya gerakan anaknya sering pakainnya menjadi tidak rapi. Tidak terlihat lelah atau kecewa dengan keadaan anaknya. Walaupun sampai berkali-kali beliau misalnya membetulkan celana anaknya yang melorot akibat aktif bergerak.

Sekali lagi, tidak semua orang tua bisa seperti itu. Mau menerima kenyataan anaknya yang kekurangan dan tetap menyertakan atau 'menampakkan' anaknya di tengah masyarakat. Bisa jadi ada orang tua yang akan 'menyembunyikan' jika punya anak seperti itu. Tetapi tidak bagi beliau. Bisa jadi beliau tahu bahwa amanah itulah yang menjadi pintu surga baginya. Pintu yang tidak semua orang memilikinya.

Menurut kaca mata orang awam bisa jadi itu merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Tetapi yang penting adalah bagaimana kita menjawab ujian tersebut. Semoga Allah Subahahu wa ta'ala memudahkan beliau untuk terus bersabar dan istiqomah menjalani amanahNya tersebut. Dan, kita bisa terinspirasi dari 'nasib' beliau dengan bersyukur dan lebih semangat lagi beribadah untuk tidak kalah dengan beliau. Apa pelajaran, inspirasi dari beliau ?. Pertama adalah kesabaran beliau. Kedua adalah walaupun 'sulit' tetap mengajak anaknya untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.

Dan kita bisa jadi iri dengan beliau. Karena dengan ujianNya, beliau jawab dengan sabar. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta'ala mencintai orang-orang yang sabar. Tidak ada cinta yang paling indah kecuali cintanya Allah Subhanahu wa ta'ala kepada kita. Allah itu Baik Banget Lho. Sebagaimana firmanNya :

“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali Imran : 146).

Dan, balasan orang-orang yang sabar adalah pahala yang tanpa batas atau surganya Allah Subhanahu wa ta'ala.

“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. (An-Nahl : 96)

 “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Az-Zumar : 10)

Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Subscribe Us

Pengikut

Statistik Pengunjung