Sore,
saat adzan asar berkumandang. Di tengah perjalanan ke masjid saya melihat
seorang bapak sedang menggandeng anak laki-lakinya. Mereka juga dalam
perjalanan ke masjid dengan jalan kaki.
Abu
Fadhila. Itulah nama bapak yang menggandeng anaknya ke masjid itu. Bapak dua
orang anak ini berumur kurang lebih 50-an tahun. Dia dan istrinya membuka toko
kelontong pada satu ruko yang dikontraknya. Berjualan kelontong itulah yang
menjadi sumber penghasilannya untuk menghidupi keluarga.
Abu Fadhila beserta istri dikaruniai dua orang anak. Anak yang pertama berumur kurang lebih 13 tahun laki-laki, sedangkan anak kedua perempuan berumur kurang lebih 6 tahun. Mengapa saya tahu tentang beliau?. Karena kebetulan rukonya berseberangan dengan ruko saya juga. Bahkan anak perempuan beliau juga satu sekolahan dengan anak saya.
Apa
yang istimewa dari beliau?. Anaknya. Anak laki-lakinya qodarullah terlahir dengan keterbelakangan mental. Secara fisik
masih sama seperti anak yang lain. Tetapi tidak di mentalnya. Sehingga anak tersebut
di sekolahkan orang tuanya di sekolah inklusi.
Baca juga : Iri (2)
Menariknya
adalah bapak dan ibunya sangat menyayangi kedua anaknya, tidak membeda-bedakan.
Melihat kondisi anak tersebut, tidak semua orang tua bisa dengan 'legowo' menerima kenyataan. Bahkan,
seperti telah dimuat di beberapa media cetak atau elektronik, ada orang tua
yang bahkan tega memasung anaknya yang memiliki kekurangan tersebut. Mungkin
karena malu atau takut mengganggu aktivitas orang tua atau masyarakat. Masih
alhamdulillah. Kondisi anak tersebut secara fisik sama seperti anak lain. Dan,
tidak ada tanda-tanda agresivitas dalam perilakunya.
Sadar
atau tidak sadar apa yang terlihat dilakukan oleh kedua orang tuanya
mencerminkan betapa mereka sangat memegang teguh amanah 'anak' dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Hal itu terlihat
mulai dari hal-hal standar seperti menyiapkan makan, minum, pakaian, alat-alat
tulis dan lain-lain. Yang paling membuat saya terkesan adalah Pak Abu Fadhila
ini selalu menyertakan anak laki-lakinya ketika beribadah ke masjid.
Apa
yang terlihat ketika beliau membawa anaknya ke masjid?. Kalau bisa saya
deskripsikan kurang lebih begini : beliau selalu memakaikan baju yang 'bagus'
ketika mau ke masjid. Biasanya dipakaikan celana panjang dan baju koko. Ketika
berjalan ke masjid yang memang tidak terlalu jauh dari rukonya, kurang lebih
100m beliau selalu memperhatikan keselamatan anaknya dengan menggandeng
anaknya. Ketika sampai di teras masjid, biasanya beliau membetulkan celana yang
melorot atau baju yang saking aktifnya gerakan anaknya sering pakainnya menjadi
tidak rapi. Tidak terlihat lelah atau kecewa dengan keadaan anaknya. Walaupun
sampai berkali-kali beliau misalnya membetulkan celana anaknya yang melorot
akibat aktif bergerak.
Sekali
lagi, tidak semua orang tua bisa seperti itu. Mau menerima kenyataan anaknya
yang kekurangan dan tetap menyertakan atau 'menampakkan' anaknya di tengah
masyarakat. Bisa jadi ada orang tua yang akan 'menyembunyikan' jika punya anak
seperti itu. Tetapi tidak bagi beliau. Bisa jadi beliau tahu bahwa amanah
itulah yang menjadi pintu surga baginya. Pintu yang tidak semua orang
memilikinya.
Menurut
kaca mata orang awam bisa jadi itu merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Tetapi yang penting
adalah bagaimana kita menjawab ujian tersebut. Semoga Allah Subahahu wa ta'ala memudahkan beliau
untuk terus bersabar dan istiqomah menjalani amanahNya tersebut. Dan, kita bisa
terinspirasi dari 'nasib' beliau dengan bersyukur dan lebih semangat lagi
beribadah untuk tidak kalah dengan beliau. Apa pelajaran, inspirasi dari beliau
?. Pertama adalah kesabaran beliau. Kedua adalah walaupun 'sulit' tetap
mengajak anaknya untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dan
kita bisa jadi iri dengan beliau. Karena dengan ujianNya, beliau jawab dengan
sabar. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta'ala mencintai
orang-orang yang sabar. Tidak ada cinta yang paling indah kecuali cintanya
Allah Subhanahu wa ta'ala kepada
kita. Allah itu Baik Banget Lho. Sebagaimana firmanNya :
“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali Imran : 146).
Dan,
balasan orang-orang yang sabar adalah pahala yang tanpa batas atau surganya
Allah Subhanahu wa ta'ala.
“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan”. (An-Nahl : 96)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Az-Zumar : 10)
0 Comments:
Posting Komentar