Facebook

Iri (2)

iri

Pak Fulan. Demikian saya menyebut beliau. Saya mengenal beliau karena sering ketemu di masjid. Apa yang istimewa dari beliau?. Beliau sudah lama menderita stroke. Kaki kanan dan tangan kanan beliau sudah tidak berfungsi normal. Masih bisa digerakkan tetapi seperti tidak mempunyai tenaga yang sama dengan yang sebelah kiri. Bahkan ketika berjalan harus ada alat bantu yang dipasangkan di kaki kanannya  untuk menopangnya.

Hidup adalah ujian. Itulah yang sering saya dengar. Dan, memang benar demikian. Terlebih lagi bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Setiap orang yang mengaku beriman akan diuji oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Maka, bagaimana kita menyikapi ujian itulah yang menjadi kunci kita nanti akan masuk surga atau neraka. Sebagaimana firmanNya dalam Al Qur'an :

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji ?”. “Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”  (Al ‘Ankabut : 2-3).

Baca juga : Iri (1)

Bagaimana gambaran ibadah beliau sehari-hari?. Kekurangan yang beliau miliki ternyata tidak menyurutkan semangat beliau dalam beribadah. Hampir tidak pernah beliau tertinggal sholat berjamaah di masjid untuk lima kali sholat wajib sehari semalam. Dengan keterbasan beliau, satu kaki menggunakan alat bantu. Jarak rumah beliau dengan masjid memang 'cuma' sekitar 200m. Untuk ukuran orang sehat tentu jarak itu sangat dekat. Bisa ditempuh dengan jalan kaki 2-3 menit sampai. Atau bisa dengan naik sepeda tentu lebih cepat lagi. Tetapi tidak untuk beliau. Beliau sudah tidak mungkin naik sepeda. Jalan kaki menjadi satu-satunya cara beliau menuju ke masjid.

Alhamdulillah beliau masih bisa berjalan sendiri walaupun sangat lambat dan tertatih-tatih. Pernahkah kita terpikirkan berapa waktu yang beliau butuhkan mulai dari persiapan, memakai pakaian, berwudhu hingga jalan ke masjid. Dan Subhanallah, beliau tidak ketinggalan sholat tahiyyatul masjid. Artinya beliau hampir selalu datang awal waktu. Berapa banyak waktu untuk beliau hingga sampai ke masjid?. Tentu lebih banyak waktu yang beliau butuhkan dibandingkan kita. Bisa jadi beliau sudah berangkat ke masjid sebelum adzan dikumandangkan, mengingat beliau sudah hadir di masjid dan sempat sholat tahiyyatul masjid. Bandingkan dengan kita. Kalau saya masih sering terlambat, kadang masih menunggu adzan baru siap-siap dan seterusnya.

Nasihat untuk saya sendiri. Ketika saya sedang malas, maka saya coba mengingat beliau dan saya mestinya malu dan berusaha lebih semangat lagi dalam beribadah. Teringat selalu bagaimana beliau jalan ke masjid tertatih-tatih. Teringat bagaimana beliau melepaskan sendiri alat bantu dikakinya sebelum masuk masjid. Teringat bagaimana susahnya beliau ketika melakukan sujud dengan satu tangan. Teringat bagaimana beliau berdiri dengan tumpuan satu kakinya ketika sholat. Teringat bagaimana beliau sudah tidak bisa mengeluarkan jari telunjuknya ketika tasyahud.

Sejenak saya teringat ceramah ustadz Adi Hidayat. Beliau mengatakan dalam kajiannya (kalimatnya mungkin tidak sama persis), jika dengan semua fasilitas (kenikmatan, kemudahan, kesehatan, dan lain-lain) tidak membuat hati kita tergerak untuk bersemangat dalam beribadah, lantas harus dengan cara bagaimana lagi Allah Subhanahu wa ta'ala memfasilitasi kita supaya mau dan semangat dalam beribadah. Pikirkan kita sendiri, dan bandingkan dengan Pak Fulan yang saya ceritakan. Renungan untuk saya pribadi dan mungkin pembaca sekalian.

Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala memudahkan beliau untuk sabar dan istiqomah dalam ketaqwaan. Dan kita bisa mengambil pelajaran dan inspirasi dari beliau. Amiin.

Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Subscribe Us

Pengikut

Statistik Pengunjung